FAKTANEWS.ONLINE, KONAWE-- Kerusakan demokrasi di Indonesia
selain disebabkan oleh manipulasi partai politik,Juga disebabkan karena
mayoritas wartawan di Indonesia tidak menjalankan fungsi, tugas dan tanggung
jawab FREE PRESS dalam demokrasi, sebagai instrument lembaga pemerintahan
demokrasi Ke #4 (Non-Government), selain lembaga Executive, Legislative dan
Judicative.
Wartawan yang prejudice dan benci terhadap demokrasi-liberal
itu bukan hanya aneh, tetapi jelas tidak paham apa itu nilai-nilai liberalism,
tidak paham fungsi, tugas dan tanggung-jawab FREE PRESS dalam demokrasi.
Most likely, juga tidak memahami sejarah bagaimana FREEDOM
OF THE PRESS itu didapatkan dan apa fungsi, tugas dan tanggung seorang wartawan
dalam demokrasi.
FREE MEDIA, FREEDOM OF THE PRESS dan JOURNALISM sebagai
instrument lembaga pemerintahan demokrasi ke #4 (non-government) peranya sangat
essential, sangat vital dan sangat kritikal.
Idealism journalism dan freedom of the press itu terlalu berharga untuk dijual
murahan...!!!
Ketika negara Amerika Serikat (USA) masih berupa daerah
jajahan (colonies) oleh British colonial government,
Muncul kasus media censorship "pertama" yang
terjadi waktu itu dan masuk di gugat dalam proses pengadilan pemerintahan
colonialism pemerintahan Inggris (British).
Kasus itu adalah antara Gubernur Colonial British William
Cosby, melawan The Editor New York
Weekly Journal, bernama John Peter Zenger, terjadi tahun 1735.
Negara USA Merdeka tanggal 4 Juli, 1776. Jadi peristiwa
media censorship di Amerika Serikat (AS) itu terjadi 41 tahun sebelum Amerika
merdeka menjadi United States of America (USA).
Untungnya dalam kasus di pengadilan itu, Editor New York Weekly Journal, John Peter
Zenger, menang dalam perkara di pengadilan itu.
Kemenangan John P. Zenger di Pengadilan itu tidak lepas dari
argumentasi kebebasan media (freedom of the press) yang ditulis dalam berbagai
articles dan essay yg dikenal dengan sebutan CATO'S LETTERS.
CATO'S LETTERS adalah tulisan berupa penjelasan, argumentasi
dan criticism yang membela hak warga negara (citizens) dan FREEDOM OF THE PRESS
yang ditulis dalam bentuk essay oleh 2 British activists bernama "John
Trenchard" dan "Thomas Gordon", dengan mengunakan pseudonym
"CATO".
Kemudian essay itu dikenal dengan sebutkan CATO'S
LETTERS....!!!
Selama 3 tahun dari tahun 1720 hingga 1723, 2 activists
British ini menulis series of essay (articles) yg membahas TYRANNY and
CORRUPTION OF BRITISH GOVERNMENT.
Kalau dihitung dari awal perjuangan para activists yang
memperjuangkan FREE MEDIA, FREE PRESS dan FREEDOM OF THE PRESS dari CATO'S
LETTERS tahun 1720 hingga the 1st amendment U.S Constitution tahun 1791 yg
menjamin FREEDOM OF THE PRESS, maka perjuangan itu membutuhkan waktu 71 tahun
JOURNALISTS dan ACTIVISTS di Amerika Serikat (AS) sendiri,
berjuang keras untuk mendapatkan dan mempertahankan apa yg disebut dengan
FREEDOM OF THE PRESS, mulai dari sebelum merdeka hingga detik ini.
Karena usaha-usaha untuk membatasi freedom of the press itu
selalu muncul disana-sini, Kemudian, ketika negara Amerika Serikat (AS) merdeka tanggal 4th of July, tahun 1776,
pemerintah dan para founding Fathers negara USA mengadopsi dan mengukuhkan;
once and for all, THE FREEDOM OF THE PRESS ini kedalam U.S CONSTITUTION lewat
the 1st amendment tahun 1791, yg dikenal dengan THE BILL OF RIGHTS.
Jadi di Amerika Serikat (USA) sendiri, dimulai dari kasus
media censorship pertama yg terjadi tahun 1735 hingga di adopsinya FREEDOM OF
THE PRESS dalam U.S CONSTITUTION lewat the 1st amendment tahun 1791, (Bill of
Rights) diperlukan waktu 56 tahun untuk mendapatkan dan mempertahankan FREEDOM
OF THE PRESS.
Jadi perjuangan untuk mendapatkan freedom of the press itu
sangat panjang hingga pada akhirnya, FREE MEDIA menjadi pilar demokrasi ke #4
non-government.
Sekarang banyak journalists di luar USA dan British,
khususnya yang berada di tanah air Indonesia yang kini menikmati FREEDOM OF THE
PRESS (FREE MEDIA), tetapi memiliki rasa prejudice membenci demokrasi, karena
tidak Islami...???
Bagaimana demokrasi itu di klaim sebagai sistem tidak
Islami, sementara itu demokrasi justru membela, menjamin, melindungi,
menghormati dan memberikan kebebasan beragama (freedom of religion) kepada
semua orang, semua golongan dan semua agama....???
Freedom of religion adalah bagian dari pillar demokrasi nomer
#5
Bahkan tidak sedikit para akademisi dan ulama ditanah air
yang menikmati FREEDOM OF THE PRESS, FREEDOM OF SPEECH, FREEDOM OF EXPRESSION
dan FREEDOM OF ASSEMBLY (untuk bisa protes dan demo melawan penguasa dholim),
menginginkan kebebasan berkumpul dan berkotbah, tetapi memiliki rasa prejudice
dan membenci demokrasi...???
Itu khan sangat ironis...!!!
Apakah mereka tidak sadar dari mana mereka mendapatkan
kebebasan media (freedom of the press) kebebasan berbicara, berekpresi dan
kebebasan berkumpul itu diperoleh...???
Itu semua memang kebebasan yang diberikan oleh Allah SWT
terhadap mahkluknya, tetapi demokrasi menjamin semua itu.
Tanpa 3 peristiwa sejarah dibawah ini, freedom of the press
tidak mungkin bisa anda nikmati:
1). Articles (essays) yang ditulis selama 3 tahun
(1720-1723) dalam CATO'S LETTERS oleh John Trenchard dan Thomas Gordon (British
activists).
2). Perjuangan the editor dari NEW YORK WEEKLY JOURNAL di
USA; John Peter Zenger, melawan Gubernur colonial British government, William
Cosby di Amerika Serikat (AS)
3). Lahirnya BILL OF RIGHTS dalam 1st amendment Konstitusi
Amerika Serikat (AS) yang menjamin kebebasan PERS (freedom of the press).
Tanpa 3 peristiwa sejarah yang panjang diatas, maka belum
tentu anda bisa menikmati FREEDOM OF THE
PRESS, freedom of speech, expression and freedom of assembly yang anda semua
nikmati sekarang ini.
....
A). SOCRATES, PLATO dan DEMOKRASI.
SOCRATES dan PLATO pernah mengkritik demokrasi sebagai MOBOCRACY, yakni government
of the mob, by the mob and for the mob.
MOBOCRACY adalah pemerintahan dari the mob (large crowd of
disorderly people), oleh the mob dan untuk the mob...!!
Siapa the mob yang dimaksud oleh SOCRATES dan PLATO di era
demokrasi kuno...??
The mob yang dimaksud adalah para:
1). Ignorant voters
2). Un-informed voters
3). Ill-informed voters
4). Mis-informed voters
5). Arrogant voters
6). Pemilih yg tidak peduli
7). Pemilih yg mudah disogok
8). Pemilih yg mudah dibohongi
9). Pemilih yg tidak paham politik pencitraan
The mob diatas adalah kumpulan orang-orang yang tidak peduli
(masa bodoh) dengan politik, urusan negara dan masalah bangsa, tetapi
gerombolan mereka membentuk suara mayoritas dalam satu negara.
Sehingga dalam PEMILU berhasil memilih pemimpin bangsa yang
malah absolutely "unqualified"
(planga-plongo) dan "least qualified" seperti pemimpin model
Kakistocracy dan Plutocracy.
Hal itu terjadi karena di era demokrasi kuno hanya ada 3
lembaga tinggi negara:
1). Ekklesia (Assembly)
2). Boule (Council)
3). Dikasteria (Court)
Ada satu komponen demokrasi yg missing (tidak ada) di era
demokrasi kuno...???
4). Yakni FREE MEDIA.
Karena itulah dalam demokrasi modern, FREE MEDIA menjadi
instrument demokrasi ke #4 non-government dalam system pemerintahan demokrasi.
FREE MEDIA dalam demokrasi memiliki fungsi, tugas dan
tanggung-jawab untuk memberikan edukasi publik dengan memberikan informasi yang
baik dan benar sesuai fakta, sehingga publik (voters) itu menjadi paham
(well-informed) dan bisa menjadi "intelligence voters".
FREE MEDIA dalam demokrasi juga memiliki fungsi, tugas dan
tanggung jawab untuk melakukan public scrutiny dan public oversight
(pengawasan, kontrol sosial dan koreksi) terhadap hasil kerja para pejabat
tinggi negara dan wakil-wakil rakyat di dipemerintahan dengan melakukan
"investigate journalism."
Tetapi sayangnya, banyak journalists di Indonesia yang
memiliki FREEDOM OF THE PRESS tidak menjalankan fungsi, tugas dan
tanggung-jawab itu, malah sebaliknya banyak menulis article sampah, tidak
mendidik, tidak akurat, menyesatkan dan membodohi publik sehingga bikin rakyat tambah tersesat dalam
ketidakpahaman tentang banyak hal, termasuk tentang demokrasi,
demokrasi-liberal dan liberalism.
Padahal untuk mendapatkan apa yang disebut FREEDOM OF THE
PRESS itu tidak mudah, membutuhkan perjuangan sangat panjang dari para aktifis
"liberalists" dimasa lalu, yang akhirnya berhasil menjadikan FREE
MEDIA sebagai instrument demokrasi ke #4, non-government.
Kalau ada wartawan dan freedom of the press dijadikan alat untuk
membela penguasa, itu salah alamat, tidak memahami sejarah bagaimana freedom of
the press itu diperoleh.
Kalau ada wartawan (journalist) yang prejudice, membenci
demokrasi-liberal dan liberalism itu bukan hanya aneh, tapi wartawan
(journalist) itu tidak paham sejarah dan
perlu belajar bagaimana dan dari mana dia mendapatkan dan menikmati FREEDOM OF
THE PRESS...???
B). FUNGSI, TUGAS & TANGGUNG-JAWAB FREE MEDIA DALAM
DEMOKRASI.
Secara prinsip fungsi, tugas dan tanggung-jawab FREE MEDIA
sebagai instrument ke # 4 non-government dalam demokrasi itu ada 3, yakni:
1). Sebagai WATCHDOG, which is to investigate the
government's wrong doings and to report their findings to the people.
Sebagai pengawas terhadap hasil kerja pemerintah, pejabat
negara dan wakil-wakil rakyat dipemerintahan untuk diselidiki (investigative
journalism) dan melaporkan hasil penyelidikan itu kepada publik (rakyat) lewat
publications dan journalisms.
2). PUBLIC EDUCATION (edukasi publik) lewat reporting,
investigative journalism dan fact-findings, sehingga rakyat menjadi
WELL-INFORMED (bukanya UN-INFORMED, ILL-INFORMED atau MIS-INFORMED) untuk
menghindari munculnya Kakistocracy, Plutocracy, Autocracy dan Facism.
3). PUBLIC OVERSIGHT & PUBLIC SCRUTINY.
Artinya semua journalists dan journalism itu ada dan
diberikan bekal senjata istimewa yg disebut FREEDOM OF THE PRESS.
Senjata nuclear para wartawan (journalist) berupa FREEDOM OF THE PRESS ini harus dipakai
untuk menjalankan fungsi, tugas dan tanggung-jawab "sebagai instrument
demokrasi ke 4 non-government, yang berfungsi sebagai WATCH DOGS, PUBLIC
EDUCATORS & INFORMERS, PUBLIC SCRUTINIZERS & PUBLIC OVERSIGHTERS.
Jangan malah "idealism journalism" itu dijual murah
dengan uang recehan, dijadikan alat untuk memeras orang, memalak publik,
black-mail, premanisme, menjadi kacung penguasa, sebagai alat politik untuk
pencitraan menipu rakyat.
That's so wrong and unacceptable...!!!
Fungsi, tugas dan tanggung-jawab FREE MEDIA sebagai
instrument ke #4 demokrasi sebenarnya lebih luas lagi, lebih besar dan lebih
essential dari itu.
Tetapi secara prinsip dan fundamental adalah sebagai
instrument untuk membela hak dan kedaulatan tertinggi rakyat dalam demokrasi
melawan TYRANNY dari pejabat tinggi negara, wakil-wakil rakyat di pemerintahan
dan tyranny dari lembaga dan institusi yang diciptakannya.
Perhatikan fakta-fakta sejarah diberbagai belahan dunia
dibawah ini:
1). Fascist Hitler NAZI Germany.
FASCISM Nazi Germany itu muncul dan tumbuh subur karena FREE
MEDIA menjadi alat PROPAGANDA pemerintah dan alat public manipulation, tidak lagi ada PUBLIC
OVERSIGHT, tidak ada PUBLIC SCRUTINY, tidak lagi ada CHECKS and BALANCES dalam
pemerintahan Nazi Germany.
2). KOREA UTARA sekarang dengan diktator KIM JONG UN....!!!
Ketika FREE MEDIA menjadi alat PROPAGANDA penguasa, tidak
lagi ada PUBLIC OVERSIGHT, PUBLIC SCRUTINY dan CHECKS and BALANCES dalam
pemerintahan, maka kekuasaan DIKTATOR atau TYRANT menjadi subur, unchallenged...!!!
3). RUSSIA dengan diktator Vladimir Putin.
Ketika FREE MEDIA menjadi RESTRICTED MEDIA, NO FREEDOM OF
THE PRESS, semua narratives dalam media dibatasi, tidak boleh menulis invasi
militer Russia di Ukraina disebut PERANG (WAR), harus ditulis special military
operation.
Hal itu membuat kekuasaan DIKTATOR VLADIMIR PUTIN menjadi
UNDEMOCRATIC, OUT OF CONTROL and UNCHECKED.
4). RRC CHINA dibawah dictator komunis Xi Jinping.
President RRC, Xi Jinping dan CCP bukan hanya membatasi
ruang gerak FREE MEDIA dan FREEDOM OF THE PRESS.
Tetapi juga membatasi FREEDOM OF MOVEMENTS rakyat RRC dengan
CURFEWS dan MARSHAL LAW in disguise of ZERO COVID POLICY dengan constant dan
continuing lockdowns.
RRC CHINA adalah negara Komunis dan semua COMMUNISTS membenci
FREE MEDIA.
System pemerintahan mereka itu memiliki kesamaan (having the
same thing in common):
#). FASCIST membenci FREE MEDIA.
#). DICTATOR membenci FREE MEDIA
#). COMMUNIST membenci FREE MEDIA
#). TYRANT membenci FREE MEDIA
#). MONARCHY membenci FREE MEDIA
#). OTORITER membenci FREE MEDIA
#). DESPOTISM membenci FREE MEDIA
5). INDONESIA dibawah pemerintahan Raja HOAX, Jokowi...???
Dengan UU ITE dan berbagai pasal di KUHP jadul, isinya
banyak membatasi kebebasan PERS.
UU ITE tentang pencemaraan nama baik, libel dan slanders
tidak membedakan antara WNI yang menjadi "PEJABAT PUBLIC" serving the
people yang digaji dengan uang rakyat, dan WNI orang biasa sebagai warga
negara.
UU ITE tentang "pencemaran nama baik" tidak
seharusnya berlalku kepada PEJABAT PUBLIC yang dipilih oleh rakyat, makan gaji
uang rakyat dan yang mengunakan biaya operasional rakyat, mendapat fasilitas
dengan uang rakyat, kehormatan dan penghormatan sebagai pejabat publik dengan
menguanakan uang rakyat.
Sebelum muncul seorang pemimpin FASCIST, DICTATOR, TYRANT
dan NEO-COMMUNISM baru di Indonesia, maka jalankan fungsi, tugas dan
tanggung-jawab journalism yang baik dan benar.
Wartawan harus mampu menjalankan fungsi, tugas dan
tanggung-jawab OVERSIGHT dan PUBLIC
SCRUTINY dengan melakukan investigate journalism terhadap:
1). Hasil kerja Presiden, pejabat tinggi negara, anggota
Kabinet Kementrian, pejabat BUMN,
wakil-wakil rakyat di pemerintahan, hasil kerja Ombudsman, TNI, POLISI, KPK,
KPU, BAWASLU, MK, MA dan KY....!!!
Jangan gadaikan spirit dan idealism journalism dengan uang
recehan, jadi pemalak, KKN dan mencari rondo ucul...!!!
2). Public oversight dan public scrutiny ini harus
dijalankan sebagai instrument demokrasi
ke #4 non-government untuk mempertahankan separation of power, mengoreksi ABUSE
OF POWER, menghindari munculnya kakistocracy, plutocracy, autocracy, yyrant,
dictator and FASCISM baru.
PUBLIC SCRUTINY dan PUBLIC OVERSIGHT terhadap siapa....???
3). Terhadap hasil kerja pemerintah pusat dan daerah mulai
dari Presiden, pejabat tinggi negara, anggota Kabinet, pejabat BUMN, Ombudsman,
Gubernur, Wali Kota, Bupati, anggota MPR/DPR/DPD/DPRD, MK, KA, KY, TNI, POLISI,
dan semua aparat negara di EXECUTIVE, LEGISLATIVE dan JUDICATIVE.
......
C). FREE MEDIA HARUS INDEPENDENT.
Melakukan kerja sama dengan TNI, POLRI untuk saling
melengkapi atau menjaga NKRI dan PANCASILA tidak harus menjadikan JENDRAL TNI,
JENDRAL POLISI menjadi anggota Dewan Pembina PERS, Dewan Penasehat dan Dewan
Pertimbangan Organisasi yg menghasilkan dan publikasikan produk-produk
journalism.
Itu jelas ada CONFLICT OF INTEREST.
Karena hal itu jelas bertentangan sekali dengan nilai-nilai
demokrasi on SEPARATION OF POWERS, antara:
1). EXECUTIVE
2). LEGISLATIVE
3). JUDICATIVE
4). FREE MEDIA (FREE PRESS).
Itu namanya journalist dan journalism yang tidak tahu
sejarah, kurang paham nilai-nilai demokrasi, perlu trainings, masih belum paham
riwayat dan asal usul bagaimana dan darimana FREE MEDIA, FREE PRESS dan FREEDOM
OF THE PRESS itu ada dan muncul dalam sistem demokrasi.
#). Bila seorang wartawan (Journalist) tidak mampu menjalankan fungsi, tugas dan
tanggung jawab journalism sebagai instrument demokrasi ke #4 non-government
dengan baik dan benar.
#). Minimal jangan menjadi pecundang demokrasi, jangan mengkhianati
kedaulatan tertinggi rakyat, jangan menjual murah idealism journalism dengan
uang recehan, jangan menjadi pemalak publik, jangan malam ngibuli publik dengan
membela pejabat yang korup
Posting Komentar