FAKTANEWS.ONLINE, KONAWE-- Pemerintah daerah acapkali menunjukkan wajah kelicikan yang luar biasa dalam mempermainkan nasib mahasiswa dan pemuda yang merantau ke berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Senin 9 September 2024
Mereka, yang sejatinya merupakan korban dari ketidakadilan struktural dan kegagalan kebijakan di daerah asal, ironisnya justru dimanfaatkan sebagai instrumen politik untuk mewujudkan agenda busuk penguasa lokal. Ini adalah pengkhianatan mendalam terhadap generasi muda, generasi yang seharusnya menjadi tulang punggung perubahan, tetapi malah dijauhkan dari haknya untuk hidup bermartabat di tanah kelahirannya sendiri.
Fenomena ini menegaskan kegagalan sistemik yang tidak hanya terjadi di Jakarta, melainkan juga di kota-kota besar lainnya di Indonesia. Mahasiswa dan pemuda dari berbagai daerah yang pindah ke ibu kota atau kota-kota besar lainnya adalah produk dari ketimpangan pembangunan, buruknya akses terhadap pendidikan, langkanya kesempatan kerja, serta distribusi layanan kesehatan yang tidak merata dan diskriminatif.
Mengapa mereka pergi ke kota-kota besar? Jawaban ini terletak pada realitas pahit, daerah mereka tidak menawarkan masa depan. Padahal, daerah-daerah ini memiliki kekayaan alam yang melimpah, yang seharusnya bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup warganya. Sumber daya alam yang ada di berbagai wilayah seharusnya dapat menjamin akses yang adil terhadap pendidikan, kesehatan, dan kesempatan kerja.
Namun kenyataannya, kekayaan alam tersebut dikuasai dan dieksploitasi oleh elit lokal serta korporasi besar yang berkolusi, tanpa ada manfaat nyata bagi masyarakat setempat. Pendidikan mahal dan tidak merata, infrastruktur yang terbengkalai, serta minimnya lapangan pekerjaan memaksa pemuda meninggalkan kampung halaman.
Mereka merantau ke kota bukan untuk bersenang-senang, melainkan untuk mencari harapan yang tak lagi mereka temukan di tanah kelahiran mereka yang kaya sumber daya namun miskin keadilan.
Namun ironisnya, setibanya di Jakarta atau kota-kota besar lainnya, mereka tidak diberi perlindungan atau solusi. Justru, mereka dijadikan 'alat politik' oleh elit daerah untuk melegitimasi kekuasaan yang telah kehilangan moralitas. Penguasa daerah, alih-alih membenahi daerahnya yang kaya sumber daya, lebih sering menggunakan mahasiswa perantau untuk memobilisasi aksi-aksi politik yang sebenarnya hanya menguntungkan segelintir pihak.
Mahasiswa dijadikan alat propaganda, diseret ke dalam politik praktis, dan dijadikan pion dalam agenda-agenda politis yang menguntungkan elit daerah dan kroninya. Mereka tidak memperjuangkan kepentingan rakyat luas, tetapi justru mempertahankan cengkeraman kekuasaan yang sudah kian tidak bermoral.
Lebih parah lagi, banyak mahasiswa perantau yang hidup dalam kondisi sangat rentan. Tanpa jaminan sosial, tanpa pekerjaan yang layak, mereka seringkali terperosok ke dalam pekerjaan informal demi bertahan hidup. Biaya hidup yang tinggi di kota-kota besar memaksa mereka menerima kondisi ini, sementara penguasa lokal dan kroninya memanfaatkan kerentanan tersebut.
Dengan sedikit iming-iming materi atau janji posisi sosial, mahasiswa ini dijadikan alat untuk menyuarakan agenda-agenda kotor yang justru mengkhianati aspirasi masyarakat luas dan memperparah ketimpangan sosial yang ada.
Pertanyaan mendasar yang harus kita renungkan adalah: mengapa pemerintah daerah yang seharusnya membangun daerahnya, terutama dengan kekayaan alam yang melimpah, justru terfokus membangun jejaring kekuasaan di ibu kota atau kota-kota besar lainnya?
Mengapa mereka lebih sibuk merajut hubungan dengan elit ibu kota dan para pengusaha hitam daripada menciptakan peluang bagi pemuda di daerah ?
Fakta menunjukkan bahwa di banyak daerah, pengangguran terus meningkat, sementara sumber daya alam yang melimpah justru dikeruk untuk memperkaya segelintir kroni yang berkolusi dengan penguasa daerah. Ketimpangan ini tidak hanya menghancurkan sendi-sendi kehidupan masyarakat, tetapi juga meruntuhkan harapan generasi muda, yang melihat kekayaan daerahnya dieksploitasi tanpa pernah dinikmati.
Yang harus kita lontarkan adalah, apakah kita rela terus menjadi alat bagi oligarki daerah yang hanya ingin memperkaya diri sendiri? Mahasiswa dan pemuda harus menyadari bahwa mereka adalah korban kebijakan yang dirancang oleh para penguasa yang lebih peduli pada jaringan kroni ketimbang masyarakatnya sendiri.
Sumber daya alam yang seharusnya bisa menjadi solusi bagi masalah pendidikan, kesehatan, dan ketenagakerjaan justru dikelola untuk kepentingan segelintir elit. Jika perlawanan tidak terorganisir dengan baik, maka mereka akan terus dimanipulasi oleh elit yang hanya mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Sudah waktunya generasi muda bangkit dari keterpurukan ini. Mahasiswa dan pemuda serta Aktivis yang menyuarakan aspirasi masyarakat harus menolak menjadi alat politik yang digunakan oleh penguasa daerah untuk mempertahankan status quo yang korup dan eksploitatif. Gerakan yang lebih radikal harus dibangun—gerakan yang tidak hanya menuntut perubahan, tetapi juga mendesak redistribusi kekuasaan dan sumber daya di daerah secara adil.
Pemuda harus merebut kembali ruang-ruang politik yang saat ini dikendalikan oleh segelintir elit yang korup, yang telah lama mengkhianati amanat rakyat, dan memastikan bahwa kekayaan alam yang melimpah digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat, bukan hanya untuk memperkaya segelintir penguasa dan kroni.
Kita tidak bisa terus membiarkan generasi muda tersandera oleh sistem yang terus-menerus menghisap darah dan keringat mereka, sementara segelintir elit daerah semakin menguatkan cengkeraman oligarki dan memperluas kesenjangan sosial. Jika mahasiswa dan pemuda di Kabupaten Konawe khususnya, serta di berbagai wilayah di Indonesia, tidak segera bangkit dan bersatu untuk melawan ketidakadilan ini, maka masa depan mereka akan selamanya berada di bawah bayang-bayang kekuasaan yang tamak dan tidak peduli.
Inilah saatnya untuk melawan. Perlawanan bukan sekadar pilihan, tetapi sebuah keharusan. Dengan sumber daya alam yang melimpah di daerah, seharusnya tidak ada masalah pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja yang tersisa.
Namun kenyataannya, ketidakadilan dalam pengelolaan sumber daya ini hanya memperpanjang penderitaan rakyat.
Jika kita ingin menyelamatkan masa depan generasi muda, kita harus mencabut akar-akar kekuasaan korup di daerah menuntut keadilan sosial, dan memastikan bahwa setiap pemuda memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang tanpa harus meninggalkan kampung halamannya sendiri. Perlawanan ini adalah langkah awal menuju perubahan yang lebih besar, perubahan yang akan membebaskan generasi muda dari tirani penguasa yang telah terlalu lama bersekongkol dengan kekuatan kapital.
Posting Komentar